Bab
II
Pembahasan
A.
Transfer
Belajar
Istilah “transfer belajar” berasal dari bahasa
Inggris “transfer of learning” dan berarti ; pemindahan atau pengalihan
hasil belajar yang diperoleh dalam bidang studi yang satu ke bidang studi yang
lain atau ke kehidupan sehari-hari. Pemindahan atau pengalihan itu
menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh, digunakan di suatu
bidang studi atau situasi di luar lingkup pendidikan. Pemindahan atau
pengalihan itu menunjuk pada kenyataan, bahwa hasil belajar yang diperoleh,
digunakan di suatu bidang atau situasi di luar lingkup bidang studi di mana
hasil itu mula-mula diperoleh.
Kata “pemindahan ketrampilan” tidak berkonotasi
hilangnya ketrampilan melakukan sesuatu pada masa lalu karena diganti dengan
ketrampilan baru pada masa sekarang. Misalnya, hasil belajar di cabang
olahraga main bola tangan, digunakan dalam belajar main basket, dan
lain-lain. Berkat pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu,
seseorang memperoleh keuntungan atau mengalami hambatan dalam mempelajari
sesuatu di bidang studi yang lain atau dalam pengaturan kehidupan sehari-hari.
B.
Jenis-jenis
Transfer Belajar
1. Transfer
positif
Transfer yang berefek lebih baik terhadap kegiatan
belajar selanjutnya. Transfer positif yakni belajar dalam situasi yang dapat
membangtu belajar dalam situasi-situasi lain. “Memperoleh keuntungan’ berarti
bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan positif, yaitu
mempermudah dan menolong dalam menghadapi tugas belajar yang lain dalam rangka
kurikul di keskolah atau dalam mengatur kehidupan seharihari, transfer belajar
demikian tersebut disebut “transfer positif”.
Transfer positif, akan mudah terjadi pada diri seorang
siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan situasi
sehari-sehari yang akan ditempati ssiwa tersebut kelak dalam mengaplikasikan
pengetahuan dan ketrampilan yang telah dipelajari di
sekolah. Misalnya, siswa yang telah pandai membaca Al-Qur’an akan
secara otomatis mudah belajar Bahasa Arab, karena ada kesamaan elemen (sama-sama
bertulisan arab). Pengetahuan tentang letak geografis suatu daerah, akan sangat
membantu dalam memahami masalah perekonomian yang dihadapi oleh penghuni daerah
itu, ketrampilan mengendarai sepeda motor akan mempermudah belajar mengendarai
kendaraan roda empat.
2.
Transfer negatif
Transfer yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar
selanjutnya. Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apabila ia belajar
dalam situasi tertentu yang memilikipengaruh merusak atau mengalami
hamnbatan terhadap ketrampilan/ pengetahuan yang dipelajari. “Mengalami
hambatan” berarti bahwa pemindahan atau pengalihan hasil belajar itu berperanan
negatif, yautu mempersukar dan mempersulit dalam menghadapi tugas belajar yang
lain dalam rangka kurikulum sekolah, atau dalam mengatur kehidupan sehari-hari,
transfer belajar yang demikian disebut “transfer negatif”.
Menghadapi kemungkinan terjadinya tranfer negatif itu,
yang penting bagi guru adalah menyadari dan sekaligus menghindari para siswanya
dari situasi-situasi belajar tertentu yang diduga keras berpengaruh negatif
terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut pada masa yang akan datang. Misalnya, Ketrampilan
mengemudi kendaraan bermotor dalam arus lalu lintas yang bergerak disebelah
kiri jalan, yang diperoleh seseorang selama tinggal di Indonesia, akan
menimbulkan kesulitan bagi orang itu bila pindah ke salah satu negara Eropa
Barat, yang arus lalu lintasnya bergerak di sebelah kanan jalan.
pengetahaun akan semjumlah kata dalam bahasa Jerman, akan menghambat dalam
mempelajari dalam mengkomunikasikan pikiran dan perasaan kepada orang lain
selama bertahun-tahun sesudah tamat sekolah.
Individu yang sudah terbiasa mengetik dengan
menggunakan dua jari, kalau belajar mengetik dengan sepuluh jari akan lebih
banyak mengalami kesukaran daripada orang yang baru belajar mengetik.
Artinya, ketrampilan yang sebelumnya sudah dimiliki menjadi penghambat belajar
ketrampilan lainnya.
3. Transfer
vertikal
Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan
belajar/pengetahuan yang lebih tinggi. Transfer vertikal (tegak lurus) dapat
terjadi dalam diri seorang siswa apabila pelajaran yang telah dipelajari
dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut dalam menguasai
pengetahuan/ketrampilan yang lebih tinggi atau rumit. Misalnya, seorang ssiwa
SD yang telah menguasai psrinsip penjumlahan dan pengurangan pada waktu duduk
di kelas II akan mudah mempelajari perkalian pada waktu dia duduk di kelas III.
4. Transfer
lateral
Transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar
pengetahuan/ketrampilan yang sederajat. Tranfer lateral (ke arah samping) dapat
terjadi dalam diri seorang siswa apabila ia mampu menggunakan materi yang telah
dipelajarinya untuk mempelajari materi yang sama kerumitannya dalam
situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan waktu dan tempat tidak
mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut. Misalnya, seorang lulusan STM
yang telah menguasai tehknologi “X” dari sekolahnya dapat menjalankan mesin
tersebut di tempat kerjanya. Di samping itu juga mampu mengikuti pelatihan
menggunakan tekhnologi mesin-mesin lainnya yang mengandung elemen dan kerumitan
kurang lebih sama dengan mesin “X” tadi.
C.
Faktor-faktor
Penyebab Transfer Belajar
Berikut merupakan faktor-faktor
yang menyebabkan transfer belajar yang dialami oleh siswa dapat terjadi, antara
lain:
1. Proses
belajar, kesungguhan motivasi belajar, dan kadar konsentrasi terhadap terhadap
pelajaran.
Siswa diharapkan bersungguh-sungguh dalam mengolah
materi pelajaran, dan ini juga tergantung dari motivasi belajar dan sejauhmana
kadar konsentrasinya. Maka, siswa yang kurang melibatkan diri dalam
proses belajar, kurang cermat dalam dalam persepsi dan kurang mendalam dalam
mengolah materi pelajaran, tidak diharapkan akan mengadakan transfer belajar.
Semua ini berkaitan dengan tata cara belajar atau tekhnik-tekhnik studi, apakah
efisien dan efektif. Maka makin tata cara belajar itu, makin meningkat pula kemungkinan
siswa akan mengadakan transfer belajar.
2. Bahan atau
materi dalam bidang studi, metode atau prosedur kerja yang diikuti dan sikap
dibutuhkan dalam bidang studi.
Transfer belajar mengendalikan adanya kesamaan, maka
kesamaan antara daerah/bidang studi atau antara bidang studi dan
kehidupan sehari-hari itu, secara nyata harus ada. Adanya kesamaan juga
meliputi taraf intelegensi, minat, dan perhatian.
3. Faktor-faktor
subyektif siswa, antara lain taraf intelegensi (kemampuan belajar), minat,
motivasi dan perhatian.
Siswa yang memiliki motivasi intrinsik, yang merasa
senang dalam belajar di sekolah dan yang mampu mengolah dengan baik dan secara
mendalam, akan jauh lebih siap untuk mengadakan transfer belajar, dibandingkan
dengan siswa yang kurang bermotivasi, kurang berperasaan senang dan kurang
mampu mengolah dengan baik.
4. Sikap dan
usaha guru.
Kesadaran dan usaha dari guru untuk mendampingi siswa
dalam mengadakan transfer belajar. Sikap guru yang menyadari, bahwa
tanggungjawab nya tidak hanya terbatas paa bidang studi tertentu, tetapi juga
mencakup usaha jujur untuk membentuk kepribadian siswa secara kesluruhan, dalam
perkembangan intelektual, efektif (sikap) dan sosial.
D.
Kesulitan
Belajar dan Alternatif Pemecahannya
1.
Definisi
Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar yang
didefenisikan oleh The United States Office of Education (USOE) yang dikutip
oleh Abdurrahman (2003 : 06) menyatakan bahwa kesulitan belajar adalah suatu
gangguan dalam satu atau lebih dari proses psikologis dasar yang mencakup
pemahaman dan penggunaan bahasa ajaran atau tulisan.
Di samping defenisi tersebut, ada
definisi lain yang yang dikemukakan oleh The National Joint Commite for
Learning Dissabilites (NJCLD) dalam Abdurrahman (2003 : 07) bahwa kesulitan
belajar menunjuk kepada suatu kelompok kesulitan yang didefenisikan dalam
bentuk kesulitan nyata dalam kematian dan penggunan kemampuan pendengaran,
bercakap-cakap, membaca, menulis, menalar atau kemampuan dalam bidang studi
biologi
Sedangkan menurut Sunarta (1985 : 7)
menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan kesulitan belajar adalah “kesulitan yag
dialami oleh siswa-siswi dalam kegiatan belajarnya, sehingga berakibat prestasi
belajarnya rendah dan perubahan tingkahlaku yang terjadi tidak sesuai dengan
partisipasi yang diperoleh sebagaimana teman-teman kelasnya.
Berdasarkan pendapat di atas dapat
dipahami bahwa kesulitan belajar adalah suatu keadaan dalam proses belajar
mengajar dimana anak didik tidak dapat belajar sebagaimana mestinya. Kesulitan
belajar pada dasarnya adalah suatu gejala yang nampak dalam berbagai
manivestasi tingkahlaku, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.
Faktor-faktor
Kesulitan Belajar
Kesulitan
belajar dapat dibuktikan dengan munculnya kelainan perilaku (misbehavior) siswa, seperti kesukaan
berteriak-teriak di dalam kelas, mengusik teman, berkelahi, sering tidak masuk
sekolah, dan sering minggat dari sekolah.
Secara
garis besar, faktor-faktor penyebab timbulnya kesulitan belajar terdiri atas
dua macam, yaitu:
a. Faktor
Intern Siswa
Faktor yang berasal dari dalam diri
siswa ini berupa gangguan atau kekurangmampuan psikofisik siswa, yakni:
1) Bersifat
kognitif, yaitu rendahnya intelektual/ intelegensi siswa
2) Bersifat
afektif, yaitu labilnya emosi dan sikap
3) Bersifat
psikomotor, yaitu terganggunya alat-alat indera pengelihat dan pendengar.
b. Faktor
Ekstern Siswa
Faktor yang berasal dari luar diri
siswa ini berupa berbagai situasi dan kondisi lingkungan sekitar yang tidak
mendukung aktivitas belajar siswa. Faktor ini terbagi menjadi tiga macam,
yaitu:
1) Lingkungan
keluarga
2) Lingkungan
masyarakat
3) Lingkungan
sekolah
Selain
faktor-faktor yang bersifat umum di atas, ada pula faktor-faktor yang juga
menimbulkan kesulitan belajar siswa. Faktor yang lebih bersifat khusus ini
ialah sindrom psikologis berupa learning
disability (ketidakmampuan belajar). Sindrom (syndrome) yang berarti satuan gejala yang muncul sebagai indikator
adanya keabnormalan psikis (Reber, 1988) yang menimbulkan kesulitan belajar.
1) Disleksia
(dyslexia), yaitu ketidakmampuan
belajar membaca
2) Disgrafia
(dysgrphia), yaitu ketidakmampuan
belajar menulis
3) Diskalkulia
(dyscalculia), yaitu ketidakmampuan belajar matematika.
Akan
tetapi, siswa yang mengalami sindrom-sindrom di atas secara umum sebenarnya
memiliki potensi IQ yang normal bahkan diantaranya ada yang memiliki kecerdasan
di atas rata-rata. Oleh karenanya, kesulitan belajar siswa yang menderita
sindrom-sindrom tadi mungkin hanya disebabkan oleh adanya minimal brain dysfuncian, yaitu gangguan ringan
pada otak (Lask, 1985: Reber, 1988).
3.
Diagnosis
Kesulitan Belajar
Sebelum menetapkan alternatif pemecahan
masalah kesulitan belajar siswa, guru sangat dianjurkan untuk terlebih dahulu
melakukan indentifikasi terhadap fenomena yang menunjukkan kemungkinan adanya
kesulitan belajar yang melanda siswa tersebut. Upaya seperti ini disebut
diagnosis yang bertujuan menetapkan jenis penyakit, yaitu jenis kesulitan dalam
belajar. Dalam melakukan diagnosis diperlukan adanya prosedur yang terdiri atas
langkah-langkah tertentu yang diorientasikan pada ditemukannya kesulitan
belajar jenis tertentu yang dialami siswa. Prosedur seperti ini dikenal sebagai
“diagnostik” kesulitan belajar.
Banyak langkah diagnostik yang dapat
ditempuh oleh guru, antara lain adalah prosedur Weener dan Senf (1982)
sebagaimana yang dikutip Wardani (1991) sebagai berikut:
a. Melakukan
observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa ketika mengikuti
pelajaran
b. Memeriksa
pengelihatan dan pendegaran siswa khususnya yang diduga mengalami kesulitan
belajar
c. Mewawancarai
orang tua atau wali siswa untuk mengetahui hal dalam keluarga yang mungkin
menimbulkan kesulitan belajar
d. Memberikan
tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui hakikat kesulitan
belajar yang dialami siswa
e. Memberikan
tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa yang diduga mengalami
kesulitan belajar.
4.
Alternatif
Pemecahan Kesulitan Belajar
Dalam mengatasi siswa yang kesulitan belajar,
terdapat langkah-langkah penting yang harus diperhatikan, yaitu:
a. Menganalisis
hasil diagnosis, yaitu menelaah bagian-bagian masalah dan hubungan antarbagian
tersebut untuk memperoleh pengertian yang benar mengenai kesulitan belajar yang
dihadapi siswa
b. Mengidentifikasi
dan mementukan bidang kecakapan tertentu yang memerlukan perbaikan
c. Menyusun
program perbaikan, khususnya program remidial
teaching (pengajaran perbaikan).
Setelah langkah-langkah di atas telah selesai dilaksanakan,
barulah langkah keempat ditentukan dan dilaksanakan, yaitu melaksanakan program
perbaikan.
Dalam menyusun program pengajaran perbaikan diperlukan adanya
ketetapan sebagai berikut :
a. Tujuan pengajaran remedial
Contoh
dari tujuan pengajaran remedial yaitu siswa dapat memahami kata “tinggi”,
“pendek” dan “gemuk” dalam berbagai konteks kalimat.
b. Materi pengajaran remedial
Contoh materi pengajaran
remedial yaitu dengan cara lebih khusus dalam mengembangkan kalimat-kalimat
yang menggunakan kata-kata seperti di atas.
c. Metode pengajaran remedial
Contoh metode pengajaran
remedial yaitu dengan cara siswa mengisi dan mempelajari hal-hal yang dialami
oleh siswa tersebut dalam menghadapi kesulitan belajar.
d. Alokasi waktu
Contoh alokasi waktu
remedial misalnya cuma 60 menit.
e. Teknik evaluasi pengajaran remedial
Contoh teknik evaluasi
pengajaran remedial yaitu dengan menggunakan tes isian yang terdiri atas
kalimat-kalimat yang harus disempurnakan, contohnya dengan menggunakan kata
tinggi, kata pendek, dan kata gemuk.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar