Kerajaan Sriwijaya
Kerajaan
Sriwijaya yang muncul pada abad ke-6, pada mulanya berpusat di sekitar Sungai
Batanghari, pantai timur Sumatra. Pada perkembangannya, wilayah kerajaan
Sriwijaya meluas hingga meliputi wilayah Kerajaan Melayu, Semenanjung Malaya,
dan Sunda (kini wilayah Jawa Barat). Catatan mengenai kerajaan-kerajaan di
Sumatra didapat dari seorang pendeta Buddha bernama I-Tsing yang pernah tinggal
di Sriwijaya antara tahun 685-689 M. Pada tahun 692, ketika I-Tsing, bias
disimpilkan bahwa Sriwijaya telah menaklukan dan menguasai kerajaan-kerajaan
disekitarnya.
Dari
Prasasti Kedukan Bukit (683), dapat diketahui bahwa Raja Dapunta Hyang berhasil
memperluas wilayah kekuasaannya dengan menaklukan daerah Minangatamwan, Jambi.
Daerah Jambi sebelumnya adalah wilayah kerajaan Melayu. Daerah itu merupakan
wilayah taklukan pertama Kerajaan Sriwijaya. Dengan dikuasainya wilayah Jambi,
Kerajaan Sriwijaya memulai peranannya sebagai kerajaan maritim dan perdagangan
yang kuat dan berpengaruh di Selat Malaka. Ekspansi wilayah Kerajaan Sriwijaya
pada abad ke-7 menuju ke arah selatan dan meliputi daerah perdagangan Jawa di
Selat Sunda.
Kerajaan
Sriwijaya mengalami kejayaan pada masa pemerintahan Raja Balaputradewa. Pada
masa itu, kegiatan perdagangan luar negeri ditunjang juga dengan penaklukan
wilayah-wilayah sekitar. Sepanjang abad ke-8, wilayah Kerajaan Sriwijaya meluas
kea rah utara dengan menguasai Semenanjung Malaya dan daerah perdagangan di
Selat Malaka dan Laut Cina Selatan. Sejarah tentang Raja Balaputradewa dimuat
dalam dua prasasti, yaitu Prasasti Nalanda dan Prasasti Ligor.
Raja
kerajaan Sriwijaya yang terakhir adalah Sri Sanggrama Wijayatunggawarman. Pada
masa pemerintahan Sri Sanggrama Wijayatunggawarman, hubungan Kerajaan Sriwijaya
dan kerajaan Chola dari India yang semula sangat erat mulai renggang. Hal itu
disebabkan oleh seranggan yang dilancarkan Kerajaan Chola di bawah pimpinan
Rajendracoladewa atas wilayah Sriwijaya di semenanjung Malaya.
Serangan-serangan tersebut menyebabkan kemunduran kerajaan Sriwijaya.
Kerajaan Singasari
Sumber
sejarah tentang Kerajaan Singasari di Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno,
seperti Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kedua kitab itu
berisis sejarah raja-raja. Kerajaan Singasari dan majapahit yang saling berhubungan
erat. Ketika Ken Arok berkuasa di Tumapel, di Kerajaan Kediri berlangsung
perselisihan antara Raja Kertajaya dengan para Brahmana. Para Brahmana tersebut
melarikan diri ke Tumapel. Namun, dalam pertempuran di Ganter, ia mengalami
kekalahan dan meninggal. Kemudian, Ken Arok menyatukan Kerajaan Kediri dan
Tumapel, serta mendirikan Kerajaan Singasari. Ia bergelar Sri Rangga Rajasa
(Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa Timur.
Dari
istri yang pertamanya yang bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat orang
anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Dari
perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu
Mahisa Wong ateleng, Panji Sabrang, Agni Bhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga
memiliki seorang anak tiri, yaitu Anusapati yang merupakan anak Tunggal Tunggul
ametung dan Ken Dedes. Tunggul Ametung adalah Bupati Tumapel yang dibunuh Ken
Arok.
Pada
tahun1227, masa pemerintahan Ken Arok berakhir ketika ia dibunuh oleh anak
tirinya Anusapati, sebagai balas dendam terhadap kematian Ayahnya. Diceritakan
bahwa Ken Arok dibunuh dengan menggunakan keris Mpu Gandring yang di pakai
untuk membunuh Tunggul Ametung. Kemudian Ken Arok dimakamkan di Kagenengan
(sebelah selatan Singasari). Setelah Ken Arok wafat, Anusapati yang bergelar
Amusanatha, naik tahta sebagai raja kedua Kerajaan Singasari. Anusapati
memerintah sampai tahun 1248. Tohjaya yang mengetahui bahwa ayahnya dibunuh
oleh Anusapati, merencanakan pembalasan dendam. Tohjaya membunuh Anusapati juga
dengan mengunakan keris Mpu Gandring.
Setelah
Wafat, jenazahanusapati diperabukan di Candi Kidal. Tohjaya kemudian
mengantikan Anusapati menjadi Raja di Kerajaan singasari pada tahun 1248. Ia
tidak lama memerintah karena terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh
orang-orang Sinelir dan Rajasa yang digerakkan oleh Ranggawuni, anak Anusapati.
Ranggawuni dibantu oleh Mahisa Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng, saudara tiri
Anusapati dari ibu yang sama.
Pemberontakan
Ranggawuni berhasil menyerbu masuk ke istana dan melukai Tohjaya dengan tombak.
Tohjaya berhasil dilarikan oleh para pengawalnya ke luar Istana, tetapi
akhirnya meninggal di Katalang Lumbang. Dengan wafatnya Tohjoyo. Tahta kerajaan
Singasari kembali kosong.
Setelah
tohjaya wafat, Ranggawuni naik tahta pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya
Wishnuwardhana. Mahisa Cempaka yang telah membantunya merebut tahta, memperoleh
anugrah kedudukan sebagai Ratu Angabhaya, pejabat terpenting kedua di Kerajaan
Singgasari dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254. Wishnuwardhana
menobatkan anaknya yang bernama Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Kumararaja
(Raja Muda). Kertanegara mendampingi ayahnya memerintah sampai tahun 1268.
Ketika Wishnuwardhana meninggal di Mandaragiri, ia dimuliakan di dua tempat
yang berbeda. Di Candi Jago (Jajaghu) sebagai Buddha Amoghapasha dan di Candi
Weleri sebagai Siwa.
Setelah
ayahnya wafat, Kertanegara sebagai raja muda langsung dinobatkan sebagai Raja
Singasari. Dalam menjalankan pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh tiga orang
pejabat bawahan, yaitu Rakryan i Hino, Rakryan i Sirikan dan Rakryan i Halu.
Dibawah ketiga Mahamantri, masih terdapat pula tiga orang pejabat bawahan,
yaitu Rakryan Apatih, Rakryan Demung, dan Rakryan Kanuruhan. Untuk mengatur
soal keagamaan, diangkat pejabat yang disebut Dharmadhyaksa ri Kasogatan.
Raja
Kertanegara adalah raja yang terkenal dan terbesar dari kerajaan Singasari. Ia
mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan
Singasari hingga keluar Pulau Jawa yang disebut dengan istilah Cakrawala
Mandala. Pada tahun 1275, ia mengirim pasukan ke Sumatra untuk menguasai
Kerajaan Melayu yang disebut sebagai ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi
tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan tahun1260. Peristiwa ini
diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai Langsat) yang
berangka tahun 1286.
Raja
Melayu saat itu, Tribhuwana atau Raja Mulawarmandewa, beserta rayatnya
menyambut hadiah itu dengan suka cita. Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan
Melayu secara resmi berada dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Kertanegara juga
membawa putrid Melayu kembali ke Singasari untuk dinikahkan dengan salah
seorang bangsawan Singasari. Tujuh pengiriman arca dan penaklukan Kejaan Melayu
adalah untuk menghadang rencana perluasan kekuasaan Kaisar Kubilai Khan dari
Cina.
Diceritakan
bahwa sudah beberapa kali utusan dari Cina dating ke Kerajaan Melayu menurut
pengakuan untuk tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti
atau utusan sebagai pernyataan tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak
mengirim upeti atau utusan sebagai pernyataan tunduk.
Pada
tahun 1289, utusan Cina bernama Meng K’i dikirim pulang ke Cina sehingga Kaisar
Kubilai Khan marah dan mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan Singasari.
Sebagian besar pasukan Kerajaan Singasari sedang dikirim ke Sumatra untuk
menghadapi serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang di Kerajaan
Kediri yang menjadi bawahan Kerajaan Singasari melihat kesempatan yang baik
untuk merebut kekuasaan. Pada tahun 1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan
Kerajaan Kediri menyerang Ibu kota Kerajaan Singasari.
Menurut
cerita, pada saat serangan musuh dating, Raja Kertanegara beserta para pejabat
dan pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana sehingga dapat dengan mudah
mereka semua dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut
oleh Jayakatwang, Raja Kediri.
Kerajaan Mataram Kuno
Di
wilayah Jawa Tenggah, pada sekitar abad ke-8, perkembangan sebuah Kerajaan
Mataram Kuno. Pusat pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno disebut Bhumi Mataram
yang terletak di pedalaman Jawa Tenggah. Daerah tersebut memiliki banyak pegununggan
dan sungai seperti Sungai Bogowanto, Sungai Progo, dan Bengawan Solo. Pusat
pemerintahan Kerajaan Mataram Kuno juga sempat berpindah ke Jawa Timur.
Perpindahan Kerajaan Mataram Kuno dari Jawa Tenggah ke Jawa Timur disebabkan
oleh dua hal.
1.
Selama abad ke-7 sampai ke-9, terjadi serangan-serangan dari Sriwijawa ke
Kerajaan Mataram Kuno. Besarnya pengaruh Kerajaan Sriwijaya itu menyebabkan
Kerajaan Mataram Kuno semakin terdesak ke wilayah timur.
2.
Terjadinya Letusan Gunung Merapi yang dianggap sebagai tanda pralaya atau
kehancuran dunia. Kemudian, letak kerajaan di Jawa Tenggah dianggap tidak layak
lagi untuk ditempati.
Dinasti
Sanjaya
Prasasti
Canggal yang ditemukan di halaman Candi Gunung Wukir memberikan gambaran yang
cukup jelas tentang kehidupan politik Kerajaan Mataram Kuno. Prasasti ini
bertuliskan tahun654 Saka atau 732, ditulis dengan huruf Palawa yang
menggunakan bahasa Sansekerta. Kerajaan Mataram Kuno didirikan oleh Raja Sanna.
Raja Sanna kemudian digantikan oleh keponakannya Sanjaya. Masa pemerintahan
Sanna dan Sanjaya dapat kita ketahui dari deskripsi kitab Carita Parahyangan.
Dalam prasasti lain, yaitu Prasasti Balitung, Raja Sanjaya dianggap sebagai
pendiri Dinasti Sanjaya, penguasa Mataram Kuno.
Sanjaya
dinobatkan sebagai raja pada tahun 717 dengan gelar Rakai Mataram Sang Ratu
Sanjaya. Kedududkan Sanjaya sangat kuat dan berhasil menyejahterakan rakyat
Kerajaan Mataram Kuno. Sanjaya menyebarkan pengaruh Hindu di pulau Jawa. Hal
ini ditempuh dengan cara mengundang pendeta-pendeta Hindu untuk mengajar di
Kerajaan Mataram Kuno. Raja Sanjaya juga mulai pembangunan kuil-kuil pemujaan
berbentuk candi. Stelah Raja Sanjaya meninggal, Kerajaan Mataram Kuno
diperintah oleh putranya yang bernama Rakai Panangkaran.
Raja
Rakai Panangkaran banyak mendirikan candi, seperti Candi Sewu, Candi Plaosan
dan Candi Kalasan. Dari bukti-bukti tersebut, diketahui bahwa Raja Rakai
Panangkaran beragama Buddha. Raja Mataram Kuno setelah Rakai Panangkaran
berturut-turut adalah Rakai Warak dan Rakai Garung. Raja Mataram Kuno
selanjutnya adalah Rakai Pikatan. Persaingan dengan Dinasti Syilendra yang
waktu itu diperintahkan oleh Raja Samaratungga dianggap menghalangi
cita-citanya untuk menjadi Penguasa tunggal di Pulau Jawa.
Pada
abad ke-9 terjadi penggabungan kedua dinasti tersebut melalui pernikahan
politik antara Rakai Pikatan dari keluarga Sanjaya dengan Pramodawardhani
(Putri Raja Samaratungga), dari keluarga Syailendra. Namun, perkawinan antara
Rakai Pikatan dengan Pramodawardhani tidak berjalan lancer. Setelah Samaratungga
wafat, Kekuasaan beralih kepada Balaputradewa yang merupakan adik tiri dari
Pramodawardhani. Menurut beberapa Prasasti, seperti Prasasti Ratu Boko (856),
menunjukkan telah terjadinya perang saudara antara Rakai Pikatan dengan
Balaputradewa.
Balaputradewa
mengalami kekalahan dan melarikan diri ke Swarnadwipa(Sumatra). Ia kemudian
berkuasa sebagai raja, mengantikan kakeknya di kerajaan Sriwijaya. Hal ini
dapat dapat diketahu dari Prasasti Nalanda (India), yang menyatakan bahwa Raja
Deewapaladewa dari Bengala menghadiahkan sebidang tanah kepada Raja
Balaputradewa dari Swarnadwipa untuk membagun sebuah biara.
Setelah
Balaputradewa dikalahkan, wilayah Kerajaan Mataram Kuno menjadi semakin luas
kearah selatan (sekarang yogyakarta). Daerah ini dahulunya adalah wilayah
Dinasti Syailendra. Rakai Pikatan mengusahakan agar rakyat dinasti Sanjaya dan
Syailndra dapat hidup rukun. Pada masa ini, dibangun kuil pemujaan berbentuk
candi, Seperti Candi Prambanan. Menurut Prasasti Siwagraha, Rakai Pikatan dan
raja-raja Mataram Kuno berikutnya masih tetap menganut agama Hindu Siwa.
Berdasarkan
Prasasti Balitung, setelah Rakai Pikatan wafat, kerajaan Mataram Kuno
diperintah oleh Rakai Kayuwangi dibantu oleh sebuah dewan penasehat yang juga
jd pelaksana pemerintahan. Dewan yang terdiri atas lima patih yang dipimpin
oleh seorang mahapatih ini sangat penting perananya. Raja Mataram selanjutnya
adalah Rakai Watuhumalang. Raja Mataram Kuno yang diketahui kemudian adalah
Dyah Balitung yang bergelar Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung
Dharmodaya Maha Dambhu adalah Raja Mataram Kuno yang sngat terkenal. Raja
Balitung berhasil menyatukan kembali Kerajaan Mataram Kuno dari ancaman
perpecahan.
Dimasa
pemerintahannya, Raja Balitung menyempurnakan struktur pemerintahan dengan menambah
susunan hierarki. Bawahan Raja Mataram terdiri atas tiga pejabat penting, yaitu
Rakryan I Hino sebagai tangan kanan raja yang didampingi oleh dua pejabat
lainnya. Rakryan I Halu,dan Rakryan I Sirikan Struktur tiga pejabat itu menjadi
warisan yang terus digunakan oleh kerajaan-kerajaan Hindu berikutnya, seperti
Kerajaan Singasari dan Majapahit.
Selain
struktur pemerintahan baru, Raja Balitung juga menulis Prasasti Balitung.
Prasasti yang juga dikenal sebagai Prasasti Mantyasih ini adalah prasasti pertama
di Kerajaan Mataram Kuno yang memuat silsilah pemerintahan Dinasti Sanjaya di
Kerajaan Mataram Kuno. Setelah Raja Balitung wafat pada tahun 910, Kerajaan
Mataram Kuno masih mengalami pemerintahan tiga raja sebelum akhirnya pusat
kerajaan pindah ke Jawa Timur. Sri Maharaja Daksa, yang pada masa pemerintahan
Raja Balitung menjabat Rakryan i Hino, tidak lama memerintah Kerajaan Mataram
Kuno. Penggantinya, Sri Maharaja Tulodhong juga mengalami nasib serupa.
Dibawah
pimpinan Sri Maharaja Rakai Wawa. Kerajaan Mataram Kuno dilanda kekacauan dari
dalam, yang membuat kacau ibu kota. Sementara itu, kekuatan ekonomi dan politik
Kerajaan Sriwijaya makin mendesak kedudukan Mataram di Jawa. Pada masa itu,
wilayah kerajaan mataram kuno juga dilanda oleh bencana letusan Gunung Merapi
yang sangat membahayakan ibu kota kerajaan. Seluruh masalah ini tidak dapat
diselesaikan oleh Rakai Wawa. Ia wafat secara mendadak. Kedudukannya kemudian
digantikan oleh Mpu Sindok yang waktu itu menjadi Rakryan i Hino.
Dinasti
Syailendra
Dinasti
Syailendra berkuasa didaerah Begelan dan Yogyakarta pada pertengahan abad ke-8.
Beberapa sumber sejarah tentang Dinasti Syailendra yang berhasil ditemukan,
antara lain prasasti Kalasan, Kelurak, Ratu Boko, dan Nalanda. Prasasti Kalasan
(778), menyebutkan nama Rakai Panangkaran yang diperintahkan oleh Raja Wisnu,
penguasa Dinasti Syailendra, untuk mendirikan sebuah bangunan suci bagi Dewi
Tara dan sebuah vihara bagi para pendeta. Rakai Panangkaran kemudian memberikan
Desa Kalasan kepada Sanggha Buddha. Prasasti Ratu Boko (856), menyebutkan Raja
Balaputradewa kalah dalam perang saudara melawan kakaknya, yaitu
Pramodhawardani. Kemudian, ia melarikan diri ke Kerajaan Sriwijaya. Prasasti
Nalanda (860), menyebutkan asal usul Raja Balaputradewa. Disebutkan bahwa Raja
Balaputradewa adalah putra dari Raja Samaratungga dan cucu dari Raja Indra.
Pada
abad ke-8, Dinasti Sanjaya yang memerintah KerajaanMataram Kuno mulai terdesak
oleh dinasti Syailendra. Hal itu kita ketahui dari prasasti Kalasan yang
menyebutkan bahwa Rakai Panangkaran dari keluarga Sanjaya diperintah oleh Raja
Wisnu untuk mendirikan Candi Kalasan, sebuah candi Buddha. Dinasti Syailendra
muncul dalam sejarah Kerajaan Mataram Kuno tidak lebih dari satu abad. Pengaruh
Dinasti Syailendra terhadap kerajaan Sriwijaya juga semakin kuat karena Raja
Indra menjalankan strategi perkawinan politik. Raja Indra mengawinkan putranya
yang bernama Samaratungga dengan salah seorang putri Raja Sriwijaya.
Pengganti
Raja Indra adalah Raja Samaratungga. Pada masa kekuasaannya, dibangun Candi
Borobudur. Namun, sebelum Candi tersebut selesai dibangun, Raja Samaratungga
meninggal dunia, dalam sebuah perang saudara. Balaputradewa kemudian melarikan
diri ke Kerajaan Sriwijaya dan menjadi raja disana.
Kerajaan Kutai
Kerajaan
tertua bercorak Hindu di Indonesia adalah kerajaan Kutai. Kerajaan ini terletak
di Kalimantan, tepatnya di hulu sungai Mahakam. Nama Kutai diambil dari nama
tempat ditemukannya prasasti yang menggambarkan kerajaan tersebut. Tujuh buah
yupa merupakan sumber utama bagi para ahli untuk menginterpretasikan sejarah
Kerajaan Kutai. Dari salah satu yupa tersebut, diketahui bahwa raja yang
memerintah Kerajaan Kutai saat itu adalah Mulawarman.
Mulawarman
adalah anak Aswawarman dan cucu Kudungga, Nama Mulawarman dan Aswawarman sangat
kental dengan pengaruh bahasa Sansekerta. Putra Kudungga, Aswawarman,
kemungkinan adalah raja pertama kerajaan Kutai yang bercorak Hindu. Ia juga
diketahui sebagai pendiri dinasti Kerajaan Kutai sehingga diberi gelar
Wangsakerta, yang artinya pembentuk Keluarga.
Putra Aswawarman adalah Mulawarman. Dari yupa, diketahui
bahwa pada masa pemerintahan Mulawarman, Kerajaan Kutai mengalami masa
keemasan. Wilayah kekuasaannya meliputi hamper seluruh wilayah Kalimantan Timur.
Rakyat Kutai hidup sejahtera dan makmur.
kerajaan Majapahit
Kerajaan
bercorak Hindu yang terakhir dan terbesar di pulau Jawa adalah Majapahit. Nama
kerajaan ini berasal dari buah maja yang pahit rasanya. Ketika orang-orang
Madura bernama Raden Wijaya membuka hutan di Desa Tarik, mereka menenukan
sebuah pohon maja yang berubah pahit. Padahal rasa buah itu biasanya manis.
Oleh karena itu mereka menamakna permukiman mereka itu sebagai Majapahit.
Daerah ini merupakan daerah yang diberikan Raja Jayakateang dari Kerajaan
Kediri kepada Raden Wijaya. Raja Wijaya adalah menantu Raja Kertanegara dari
kerajaan Singasari. Pada saat Kerajaan Singasari diserbu dan dikalahkan oleh
Jayakatwang, Raden Wijaya berhasil melarikan diri. Ia mencari perlindungan
kepada Bupati Madura yang bernama Arya Wiraraja. Dengan bantuan orang-orang
Madura, ia membangun pemuliman di Desa Tarik yang kemudian diberi nama
Majapahit tersebut.
Pada
tahun 1292, armada Cina yang terdiri dari 1.000 buah kapal dengan 20.000 orang
prajurit tiba di Tuban, Jawa Timur. Tujuan mereka adalah menghukum Raja
Kertanegara yang menyatakan tidak mau tunduk kepada Kaisar Kubilai Khan dari
Cina. Mereka tidak mengetahui bahwa Raja Kertanegara dari Singasari itu telah
meninggal dikalahkan oleh Raja Jayakatwang dari Kediri.
Melihat
peluang ini, Raden Wijaya mengambil kesempatan untuk merebut kembali Kerajaan
Singasari. Ia menggabungkan diri dengan pasukan cina dan menyerang Raja
Jayakatwang di Kediri. Kerajaan Kediri tidak mampu menghadapi serangan itu.
Raja Jayakatwang berhasil dikalahkan. Kemenangan itu membuat pasukan Cina
bergembira dan berpesta pora. Mereka tidak menyaka kalau kesempatan itu dipakai
oleh Raden Wijaya untuk balik menyerang mereka. Pasukan Raden Wijaya berhasil
mengusir armada Cina kembali ketanah airnya. Sejak saat itu Kerajaan Majapahit
dianggap sudah berdiri.
Raden
Wijaya naik tahta sebagai Raja Majapahit pada tahun 1293 dengan gelar Sri
Kertarajasa Jayawardhana. Pada tahun 1295., berturut-turut pecah pembrontakan
yang dipimpin oleh Rangga lawe dan disusul oleh Saro serta Nambi. Pembrontakan-pembrontakan
itu bisa dipadamkan. Raden Wijaya wafat pada tahun 1309 dan mendapat
penghormatan di dua tempat, yaitu Candi Simping (Sumberjati) dan Candi
Artahpura.
Setelah
Raden Wijaya wafat, putera permaisuri Tribuwaneswari yang bernama Jayanegara
menggantikannya sebagai Raja Majapahit. Pada awal pemerintahannya Jayanegara
harus menghadapi sisa pemberontakan yang meletus dimasa ayahnya masih hidup.
Selain pembrontakan Kuti dan Sumi, Raja Jayanegara diselamatkan oleh pasukan
pengawal (Bhayangkari) yang dipimpin oleh Gajah Mada ia kemudian diungsikan ke
Desa Bedager.
Raja
Jayanegara wafat tahun1328 karena dibunuh oleh salah seorang anggota
dharmaoutra yang bernama Tanca. Oleh karena ia tidak mempunyai putra ia
kemudian digantikan oleh adik perempuannya Bhre Kahuripan yang bergelar
Tribuanatunggadewi Jayawishnuwardhani. Suaminya bernama Cakradhara yang
berkuasa di Singasari dengan gelar Kertawerdhana.
Dari
kitab Negarakertagama, digambarkan adanya beberapa pemberontakan di masa
pemerintahan Ratu Tribuanatunggadewi. Pembrontakan yang paling berbahaya adalah
pemberontakan di Sadeng dan Keta pada tahun 1331. Namun pemberontakan itu
pemberontakan itu dapat dipadamkan oleh Gajah Mada. Setelah itu Gajah Mada
bersumpah di hadapan Raja dan para pembesar kerajaan bahwa ia tidak akan amukti
palapa (memakan buah palapa), sebelum ia dapat menundukan Nusantara.
Pada
tahun 1334, lahirlah putra mahkota Kerajaan Majapahit yang diberi nama Hayam
Wuruk. Pada tahun 1350, Ratu Tribuanatunggadewi mengundurkan diri setelah
berkuasa 22 tahun. Ia wafat pada tahun 1372. Pada tahun 1350, Hayam Muruk
dinobatkan sebagai raja Majapahit dan bergelar Sri Rajasanagara. Gajah Mada
diangkat sebagai Patih Hamangkubumi. Dibawah pemerintahan Hayam Wuruk dan Gajah
Mada, Kerajaan Majapahit mencapai puncak kejayaannya. Kerajaan Majapahit
menguasai wilayah yang sangat luas. Hampir seluruh wilayah Nusantara tunduk
pada Majapahit.
Gajah
Mada meninggal tahun 1364. Meninggalnya Gajah Mada menjadi titik tolak
kemunduran Majapahit. Setelah Gajah Mada tidak ada negarawan yang kuat dan
bijaksana. Keadaan semakin memburuk setelah Hayam Wuruk juga meninggal pada
tahun 1389. Hayam Wuruk tidak memiliki putra mahkota. Tahta kerajaan Majapahit
diberikan pada menantunya yang bernama Wikramawardhana (suami dari putri mahkota
Kusumawardhani). Hayam Wuruk sebenarnya memiliki putra yang bernama Bhre
Wirabhumi. Namun, dia bukan anak dari permaisuri sehingga tidak berhak mewarisi
tahta Kerajaan Majapahit.
Meskipun
demikian, Wirabhumi tetap diberi kekuasaan di wilayah kekuasaan di wilayah
Kerajaan sebelah Timur, yaitu Blambangan. Dengan cara tersebut, kemungkinan
perpecahan antara Bhre Wirabhumi dan Wikramawardhana berhasil diredam. Masalah
kembali timbul ketika tahta Kerajaan Majapahit kembali kosong setelah
Kusumawardhani meninggal dunia pada tahun 1400. Wikramawardhana berniat untuk
menjadi pendeta dan menunjuk putrinya, Suhita, menjadi ratu Kerajaan Majapahit.
Pada
tahun 1401, pecah perang antara keluarga Wikramawardhana dan Wirabhumi yang
dikenal sebagai Perang Paregreg. Perang Paregreg baru berakhir pada tahun 1406
dengan terbunuhnya Bhre Wirabhumi. Parang saudara ini semakin melemahkan
Kerajaan Majapahit. Satu demi satu daerah kekuasaannya melepaskan diri. Tidak
ada lagi raja yang kuat dan mampu memerintah kerajaan yang demikian luas.
Menurut catatan. Kerajaan Majapahit runtuh sekitar tahun 1500-qn yang
didasarkan pada tahun bersimbol Sirna Ilang Kertaning Bhumi.
Kerajaan Tarumanegara
Sumber
sejarah Kerajaan Tarumanegara diperoleh dari prasasti-prasasti yang berhasil
ditemukan. Namun, tulisan pada beberapa prasati, seperti pada Prasati Muara
Cianten dan Prasasti Pasir Awi sampai saat ini belum dapat diartikan. Banyak
informasi berhasil diperoleh dari tulisan pada kelima prasasti lainnya,
terutama Prasasti Tugu yang merupakan prasasti terpanjang, Tujuh prasasti dari
kerajaan Tarumanegara adalah: Prasasti Ciaruteun, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti
Jambu, Prasasti Muara Cianten, Prasasti Tugu, Prasasti Pasir Awi, dan Prasasti
Munjul.
Sumber
sejarah penting lain yang dapat menjadi bukti keberadaan kerajaan Tarumanegara
adalah catatan sejarah pengelana Cina. Catatan sejarah pengelana Cina yang
menyebutkan keberadaan Kerajaan Tarumanegara adalah catatan perjalanan pendeta
Cina Fa-Hsein, pada tahun414 dan catatan kerajaan Dinasti Sui dan Dinasti Tang.
Dari salah satu prasasti, yakniPrasati Ciaruteun yang ditemukan di Desa
Ciampea, Bogor, diketahui bahwa Purnawarman dikenal sebagai raja yang gagah
berani. Data sejarah yang lebih jelas, terdapat pada Prasasti Tugu. Pada
prasasti yang panjang ini, dikatakan bahwa pada tahun pemerintahannya yang
ke-22, Purnawarman telah menggali Sungai Gomati. Dari prasati tersebut, dapat
disimpulkan bahwa Purnawarman memerintah dalam waktu yang cukup lama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar